Sekolah sebagai Ekosisitem
Sebelumnya perhatikan video berikut ini!
Eksosistem
merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup
dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang
saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu.
JIka
diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi
antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup).
Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu
menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah,
faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif
satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di
antaranya adalah:
- Murid
- Kepala Sekolah
- Guru
- Staf/Tenaga Kependidikan
- Pengawas Sekolah
- Orang Tua
- Masyarakat sekitar sekolah
Selain faktor-faktor biotik yang
sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam
menunjang keberhasilan proses
pembelajaran di antaranya adalah:
- Keuangan
- Sarana dan prasarana
Pendekatan
Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking) dan Pendekatan Berbasis
Aset/Kekuatan (Asset-Based Thingking)
Simaklah tayangan video berikut ini!
Pendekatan
berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) akan
memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa
yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang
negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi
tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak
sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga
yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada
di sekitar.
Pendekatan
berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang
dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni
kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini
merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam
kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak
untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang
menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Perbedaan antara pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Berbasis
pada kekurangan/masalah/hambatan |
Berbasis
pada aset |
Fokus pada masalah dan isu |
Fokus pada aset dan kekuatan |
Berkutat pada masalah utama |
Membayangkan masa depan |
Mengidentifikasi kebutuhan dan
kekurangan – selalu bertanya apa yang kurang? |
Berpikir tentang kesuksesan yang
telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut. |
Fokus mencari bantuan dari
sponsor atau institusi lain |
Mengorganisasikan kompetensi dan
sumber daya (aset dan kekuatan) |
Merancang program atau proyek
untuk menyelesaikan masalah |
Merancang sebuah rencana
berdasarkan visi dan kekuatan |
Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan
proyek |
Melaksanakan rencana aksi yang
sudah diprogramkan |
(Green & Haines, 2010)
Asset-Based
Community Development (ABCD) yang selanjutnya akan kita sebut dengan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu kerangka kerja yang
dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, di mana keduanya adalah
pendiri dari ABCD Institute di Northwestern University. ABCD dibangun dari
kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota
komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal
untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman,
2010).
Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai kritik terhadap
pendekatan konvensional atau tradisional yang menekankan pada masalah,
kebutuhan, dan kekurangan yang ada pada suatu komunitas. Pendekatan tradisional
tersebut menempatkan komunitas sebagai penerima bantuan, dengan demikian dapat
menyebabkan anggota komunitas menjadi tidak berdaya, pasif, dan selalu merasa
bergantung dengan pihak lain.
Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada nilai, prinsip dan
cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada
kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh
komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat komunitas sebagai pencipta
dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk
dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari
aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang
penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang
produktif.
Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset menekankan kepada kemandirian dari
suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan
bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian
hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan.
Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset berfokus pada potensi aset/sumber
daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Selama ini komunitas sibuk pada
strategi mencari pemecahan pada masalah yang sedang dihadapi.
PKBA sebagai
Pendekatan yang Dibantu oleh Pihak Luar
Pendekatan PKBA
merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam
sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven development.
Di dalam buku ‘Participant Manual of Mobilizing Assets for Community-driven
Development’ (Cunningham, 2012) menuliskan perbedaannya dengan pendekatan
yang dibantu oleh pihak luar. Penjelasan yang ada sebetulnya ditujukan
untuk pengembangan masyarakat, namun tetap bisa kita implementasikan pada
lingkungan sekolah karena sebetulnya adalah miniatur sebuah tatanan masyarakat
di suatu daerah.
- Perubahan masyarakat yang signifikan karena warga
lokal dalam masyarakat tersebut yang mengupayakan perubahan. Apabila kita
aplikasikan ke lingkungan sekolah dan seluruh warga sekolah berupaya
melakukan perubahan maka perubahan tersebut pasti akan terjadi.
- Warga masyarakat akan bertanggung jawab pada yang
sudah mereka mulai. Dengan demikian setiap warga sekolah akan
bertanggung jawab atas apa yang sudah dimulai.
- Membangun dan membina hubungan merupakan inti dari
membangun masyarakat inklusif yang sehat. Membangun dan membina
hubungan antar warga sekolah, seperti hubungan guru-guru, guru – kepala
sekolah, guru – murid – guru, guru – staf sekolah – guru, staf sekolah –
murid – staf sekolah, ataupun kepala sekolah – murid – kepala sekolah
menjadi sangat penting untuk membangun sekolah yang sehat dan inklusif.
- Masyarakat tidak pernah dibangun dengan berfokus
terus pada kekurangan, kebutuhan dan masalah. Masyarakat merespons secara
kreatif ketika fokus pembangunan pada sumber daya- sumber yang tersedia,
kapasitas yang dimiliki, kekuatan dan aspirasi yang
ada. Sekolah harus dibangun dengan melihat pada kekuatan,
potensi, dan tantangan, kita harus bisa fokus pada pembangunan sumber daya
yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan aspirasi
yang sudah ada.
- Kekuatan sekolah berbanding lurus dengan tingkat
keberagaman keinginan unsur sekolah yang ada, dan pada tingkat kemampuan
mereka untuk menyumbangkan kemampuan yang ada pada mereka dan aset yang
ada untuk sekolah yang lebih baik.
- Dalam setiap unsur sekolah, pasti ada sesuatu yang
berhasil. Dari pada menanyakan “ada masalah apa?” dan “bagaimana
memperbaikinya?”, lebih baik bertanya “apa yang telah berhasil dilakukan?”
dan “bagaimana mengupayakan lebih banyak hasil lagi?” Cara bertanya ini
mendorong energi dan kreativitas.
- Menciptakan perubahan yang positif mulai dari
sebuah perbincangan sederhana. Hal ini merupakan cara bagaimana manusia
selalu berpikir bersama dan mencetuskan/memulai suatu tindakan.
- Suasana yang menyenangkan harus merupakan salah
satu prioritas tinggi dalam setiap upaya membangun sekolah.
- Faktor utama dalam perubahan yang berkelanjutan
adalah kepemimpinan lokal dan pengembangan dan pembaharuan kepemimpinan
itu secara terus menerus.
- Titik awal perubahan selalu pada perubahan pola
pikir (mindset) dan sikap yang positif.
Aset – aset dalam sebuah komunitas
Dalam mengatasi tantangan pada
pendekatan tradisional yang digunakan untuk mengatasi permasalahan perkotaan,
di mana penyedia jasa dan lembaga donor lebih menekankan pada kebutuhan dan
kekurangan yang terdapat pada komunitas, Kretzmann dan McKnight menunjukkan
bahwa aset yang dimiliki oleh komunitas adalah kunci dari usaha perbaikan
kehidupan pada komunitas perkotaan dan pedesaan .
Menurut Green dan Haines (2002)
dalam Asset building and community development, ada 7 aset
utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu:
1. Modal
Manusia
o Sumber
daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi
sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan,
dan harga diri seseorang.
o Pemetaan
modal atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan,
kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah
komunitas, atau dengan kata lain, inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan
berdasarkan sesuatu yang berhubungan dengan hati, tangan, dan kepala.
o Pendekatan
lain mengelompokkan aset atau modal ini dengan melihat kecakapan seseorang yang
berhubungan dengan kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok
orang, dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok.
Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam
mengelola usaha, pemasaran, yang negosiasi. Kecakapan yang berhubungan
dengan seni dan budaya, contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan
bermain musik.
2.
Modal Sosial
o Norma
dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur
pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan
( networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
o Investasi
yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan organisasi dalam komunitas
berdampingan, contohnya kepemimpinan, bekerjasama, saling percaya, dan punya
rasa memiliki masa depan yang sama.
o Contoh-contoh
yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. Asosiasi adalah
suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas
dua orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan
saling berbagi untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan
yang bersifat formal maupun nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah
berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan sebagainya.
Terdapat beberapa macam bentuk modal sosial, yaitu fisik (lembaga), misalnya
asosiasi dan institusi. Institusi adalah suatu lembaga yang mempunyai struktur
organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah satu faktor utama dalam proses
pengembangan komunitas masyarakat.
3.
Modal Fisik
Terdiri atas dua kelompok utama, yaitu:
o Bangunan
yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran,
laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan.
o Infrastruktur
atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan,
jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan
lain-lain.
4.
Modal Lingkungan/alam
o Bisa
berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam
upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup. Modal lingkungan
terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan,
hewan, dan sebagainya.
o Tanah
untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon
seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali
untuk menenun, dan sebagainya.
5.
Modal Finansial
o Dukungan
keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk
membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas.
o Modal
finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan
pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal.
o Modal
finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur
di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa
dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan
menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.
6.
Modal Politik
o Modal
politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki
peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara
dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas.
o Lembaga
pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti
komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.
7.
Modal Agama dan budaya
o Upaya
pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan
praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan). Termasuk juga kepercayaan,
nilai, sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain.
o Kebudayaan
yang unik di setiap daerah masing-masing merupakan serangkaian ide, gagasan,
norma, perlakuan, serta benda yang merupakan hasil karya manusia yang hidup
berkembang dalam sebuah ruang geografis.
o Agama
merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk
mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku
lahiriah maupun simbolik. Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang
bukan hanya kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan.
o Identifikasi
dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting untuk
melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu
komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung
atau tidak langsung di dalamnya.
o Sangat
penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan
yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan
selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan
perencanaan dan kegiatan bersama.
0 Komentar